BPN BOJONEGORO

Translate

Share


Menuju Transparansi Sertifikasi Tanah





Masih ingat kasus sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat beberapa tahun silam (1999)? Ketika itu ramai diberitakan perebutan tanah seluas 44 hektar antara PT Portanigra dan para warga yang sudah memiliki sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Sampai sekarang pun kasus tersebut belum tuntas. Mengerikan bukan?

Andai saja ada transparansi data dan sertifikasi tanah bagi masyarakat, pasti kasus seperti itu bisa dicegah atau dikurangi. Sebab masyarakat bisa mengecek status sebidang tanah dengan mudah dan cepat sebelum memutuskan untuk membelinya. Peluang adanya duplikasi sertifikat tanah pun dapat ditekan. Transparansi seperti inilah yang mulai diupayakan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional).

Tinggal Klik Web

Nantinya jika ingin tahu status tanah yang sudah Anda beli, Anda tidak perlu repot-repot lagi datang ke kantor BPN. Tinggal klik saja http://map.bpn.go.id yang sekarang masih merupakan prototipe, maka peta online akan terpampang di depan Anda. Informasi yang dapat diakses adalah informasi umum, seperti bidang tanah, titik-titik GPS (global positioning system), peta-peta BPN, transaksi tanah, dan foto udara.

Anda tinggal memilih apa yang ingin diketahui. Sebaran transaksi jual beli tanah—tanggal, nilai, luas tanah, nilai pajak—di wilayah tertentu pada kurun waktu tertentu misalnya. Atau wilayah administrasi yang meliputi propinsi, kabupaten, dan kecamatan. Tidak perlu bayar, alias gratis.

Untuk mencari transaksi pertanahan misalnya, pertama-tama pilih propinsi, misalnya DKI Jakarta, kemudian pilih kabupaten (misalnya Jakarta Pusat). Selanjutnya tinggal ikuti petunjuk yang ada. Enak dan cepat bukan? Apalagi visualnya bisa di-zoom.

“Semua disimpan dalam database dalam bentuk vector line. Geodatabase namanya. Sekarang database dalam bentuk koordinat,’ ungkap Suyus Windayana (KaBid. Pengembangan Sistem, Data & Informasi Pertanahan, BPN).

“Secara peraturan beberapa data boleh (diumumkan), kecuali yang berkaitan dengan nama. Misalnya bapak A punya tanah berapa. Di pemerintah masih untuk BPN dan beberapa, misalnya penyidik seperti KPK dan Kejaksaaan. Buat publik belum. Yang kita coba adalah yang boleh-boleh dulu, seperti peta bidang tanah si ini di sini. Sudah diplot-plotkan. Itu yang akan kita coba bagikan ke masyarakat, di Internet,” jelas Suyus.

Jakarta Duluan

Dengan peta di Internet itu, kita bisa mencocokkan apakah benar tanah yang sudah kita miliki sertifikatnya tercantum di peta online tersebut. “Kalau tanahnya sudah ada di peta, berarti pemiliknya sudah tenang, tidak was-was, karena data yang ada di BPN sama dengan yang dimiliki masyarakat,” tandas Suyus. Namun jika data tidak sama, misalnya karena baru dijual, sang pemilik harus segera mengurusnya ke kantor pertanahan sesuai prosedur yang berlaku.

Sementara ini, BPN sedang mengujicobakan peta online di Jakarta. Mengapa Jakarta? Ini, kata Suyus, karena adanya masalah komunikasi data, yakni mahalnya biaya komunikasi (Telkom) jika dilakukan di daerah-daerah.

Prosesnya sendiri terjadi di lima kantor pertanahan di ibukota yang memang memiliki kewewenangan untuk hal ini. “Data kemudian dikirim ke kantor pusat. Kita sedang siapkan server, storage, dan sekuriti. Data-data bidang tanah yang sudah bersertifikat, sudah publish,” ucap Suyus sambil mengatakan bahwa server dan sekuritinya masih dalam tahap pengujian. “Tahun ini Insya Allah sudah siap,” tambahnya.

Tahun depan, peta online ditargetkan juga mencakup Jabodetabek. Menyusul berikutnya adalah Bandung, Surabaya, dan Makassar. Sebenarnya setiap kantor (pertanahan), datanya sudah ada. “Cuma bagaimana mensinkronisasikan data dengan pusat agar beban di server tidak besar,” kata Suyus yang memulai karier di BPN sejak tahun 1993.

Gara-gara AutoDesk MapGuide

Untuk keperluan transparansi itu, BPN telah menyiapkan hardware dan software. Sebanyak 14 Blade server HP telah dibeli, juga storage HP EVA 4000/5000 dengan kapasitas sekitar 5 terabyte (TB). Sedangkan untuk sekuriti, sebagian menggunakan Juniper, dan HP di beberapa switch. Firewall juga menggunakan Juniper.

“Semuanya lagi di-setting. Database pakai Oracle Spatial. Untuk mapping-nya, menggunakan AutoDesk MapGuide versi 2009,” tutur Suyus. “Sangat terbantu dengan AutoDesk karena semua prosesnya disiapkan dengan AutoDesk supaya datanya ready apa pun software yang akan dipakai.”

Saat ini, jelas Suyus, ada beberapa yang sedang diperbaiki di MapGuide, seperti konflik dengan Windows. Selain itu sedang dilakukan penambahan server sehingga ada dua server yang identik dan aktif bersamaan.

Sebenarnya transparansi data pertanahan ini, tutur Suyus, dipicu oleh penggunaan software AutoDesk. Awalnya memang ada kebutuhan dari internal untuk mengetahui kemajuan kerja BPN secara nasional setiap tahunnya. Contohnya, peta satelit tahun 2007 dilakukan di wilayah-wilayah mana saja.

“Setelah pakai AutoDesk dan digabungkan datanya, ternyata di-publish pun bisa. Jadi kenapa tidak (di-publish) ke masyarakat?. Apalagi tidak terlalu mahal,” cerita Suyus. “Tujuannya transparansi pelayanan ke masyarakat, agar bisa interaktif dengan BPN,” tambahnya.

Belum Akurat 100%

Sayang data yang ada sekarang belum 100% akurat. Ini, ungkap Suyus, karena data manual harus didigitalkan dulu. “Saat didigitalkan mungkin ada error. Mungkin belum semua data diplotkan, belum semua yang diukur dimasukkan ke peta. Jadi belum 100% dipetakan.”

Query-nya pun belum dilengkapi. “Tapi bisa cari alamat. Namun alamat yang ada di BPN itu belum up-to-date, jadi kita sedang bandingkan dengan alamat yang ada di peta,” kata Suyus.

Menurut Suyus, kesulitan terjadi antara lain akibat perkembangan dan pemekaran wilayah. Misalnya di sertifikat yang dikeluarkan tahun 1975 yang ketika itu belum memiliki jalan sehingga oleh juru ukur disebut Kampung A. Sekarang jalanan sudah ada, sehingga datanya tidak cocok dan perlu dicek silang satu per satu.

Tidak Cakup Girik

Sayangnya lagi, tanah yang sedang dalam sengketa tidak bisa dilihat datanya di peta online. “Ada kebijakan yang harus dilihat karena menyangkut banyak orang. Secara sistem datanya kita punya, misalnya tanah ini sengketa siapa dengan siapa. Yang sedang dibangun adalah statusnya. Databasenya sedang dibuat,” jelas Suyus.

Tanah girik juga tidak akan tercantum di peta. “Yang kita kelola baru tanah yang sudah bersertifikat, hak guna, hak milik, hak usaha. Untuk apartemen sebenarnya juga sudah ada, tapi memvisualkannya kita belum bisa. Gambar denahnya ada, tapi memvisualkannya dalam bentuk 3D, sedang dibicarakan dengan AutoDesk.“

“Prosesnya memang banyak tetapi BPN berusaha memberikan pelayanan pada masyarakat agar mereka lebih tenang karena (tahu tanahnya) sudah diplotkan di BPN. Kalau belum, ya lapor,” kata Suyus.

Saat ini semua kantor BPN masih melakukan digitalisasi. Dari 35 juta sertifikat yang sudah dikelusarkan, baru 11 – 12 juta yang sudah didigitalkan. “Ke depannya semua data spasial, infrastruktur harus publish,” ungkap Suyus.

Sumber : http://tekno.kompas.com/read/2009/02/19/14451524/menuju.transparansi.sertifikasi.tanah

 


Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam UU inipengadaan tanah adalah untuk kepentingan Umum, artinya menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah.Pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tanah yang selanjutnya dibangun sesuatu untuk kepentingan umum akan menjadi milik Pemerintah/Pemerintah Daerah atau menjadi mili BUMN apabila dipergunakan untuk kepentingannya.

Tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud adalah untuk pembangunan:
a)      pertahanan dan keamanan nasional;
b)      jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
c)      waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d)     pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e)      infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f)       pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g)      jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h)      tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i)        rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j)        fasilitas keselamatan umum;
k)      tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l)        fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m)    cagar alam dan cagar budaya;
n)      kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o)      penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p)      prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
q)      prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r)        pasar umum dan lapangan parkir umum.

Untuk mengerjakan pembangunan seperti di atas, kecuali untuk pertahanan dan keamanan nasional yang diatur oleh perundang – undangan, maka hal tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah yang dapat bekerja sama dengan BUMN, BUMD, dan Badan Usaha Swasta.


Yang harus diperhatikan dalam membangun untuk kepentingan umum adalah :
a.       Rencana Tata Ruang Wilayah;
b.      Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
c.       Rencana Strategis; dan
d.      Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.


Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui 4 tahapan:
1.      Perencanaan;
2.      Persiapan;
3.      Pelaksanaan; dan
4.      Penyerahan hasil.

1.    Perencanaan Pengadaan Tanah

Perencanaan pengadaan tanah untuk Kepentingan umum didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalamRencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan. Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah, yang paling sedikit memuat:
Ø  maksud dan tujuan rencana pembangunan;
Ø  kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah;
Ø  letak tanah;
Ø  luas tanah yang dibutuhkan;
Ø  gambaran umum status tanah;
Ø  perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
Ø  perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
Ø  perkiraan nilai tanah; dan
Ø  rencana penganggaran.
Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen perencanaan tersebut dibuat dan ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah kemudian diserahkan kepada pemerintah provinsi.


2.    Persiapan Pengadaan Tanah

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah :
a)        Pemberitahuan rencana pembangunan
Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung.

b)        Pendataan awal lokasi rencana pembangunan
Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah.Pendataan awal dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan.

c)        Konsultasi publik rencana pembangunan
Konsultasi publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat yang disepakati. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan. Setelah mencapai kesepakatan, maka dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan. Kemudian Instansi yang memerlukan tanah dapat mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur sesuai dengan kesepakatan tersebut. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak di terimanya pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah.
Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Gubernur akan membentuk tim untuk melakukan atas keberatan rencana lokasi pembangunan. Tim sebagaimana dimaksud terdiri atas:
Ø  Sekretaris Daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;
Ø  Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;
Ø  Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;
Ø  Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;
Ø  Bupati/Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan
Ø  Akademisi sebagai anggota.

Tim bentukan Gubernur tersebut bertugas sebagai berikut :
ü  Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan
ü  Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan
ü  Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan
Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur berdasarkan rekomendasi mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan.
Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain.
Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Gubernur bersama Instansi yang memerlukan tanah mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum.


3. Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:
a)      Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
b)      Penilaian ganti kerugian
c)      Musyawarah penetapan ganti kerugian
d)     Pemberian ganti kerugian, dan
e)      Pelepasan tanah Instansi.
Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.

a)      Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, serta Pemanfaatan Tanah

Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja yang meliputi kegiatan:
(1)   Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah
(2)   Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan objek pengadaan tanah.
Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamata, dan tempat pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja yang dilakukan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan. Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi subjek hak, luas, letak, dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.
Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Lembaga Pertanahan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi. Apabila keberatan atas hasil inventarisasi dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan. Dalam hal masih juga terdapat keberatan atas hasil inventarisasi inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian.

b)      Penilaian Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. Penilai yang ditetapkan wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan dan apabila terdapat pelanggaran dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:
(1)   Tanah
(2)   Ruang atas tanah dan bawah tanah
(3)   Bangunan
(4)   Tanaman
(5)   Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau
(6)   Kerugian lain yang dapat dinilai.

Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.Besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara dan menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian. Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.

Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
ü  Uang
ü  Tanah pengganti
ü  Permukiman kembali
ü  kepemilikan saham, atau
ü  bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
.com
c)      Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.

Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan. Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu tersebut, pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian.

d)     Pemberian Ganti Kerugian

Pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan langsung kepada pihak yang perhak. Ganti kerugian diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib:
Ø  Melakukan pelepasan hak dan
Ø  Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.

Bukti yang dimaksud merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat dikemudian hari. Pihak yang berhak menerima ganti kerugian bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan.Tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima ganti kerugian.

Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil  musyawarah atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung, Ganti Kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri setempat.
Penitipan ganti kerugian DI Pengadilan Negeri juga dapat dilakukan terhadap:
·         Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya, atau
·         Objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
ü  Sedang menjadi objek perkara di pengadilan
ü  Masih dipersengketakan kepemilikannya
ü  diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, atau
ü  menjadi jaminan di bank.

Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di Pengadilan Negeri, kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

e)      Pelepasan Tanah Instansi

Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dimiliki pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan barang miliknegara/daerah. Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dikuasai oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dilakukan berdasarkan UU NO. 2 Tahun 2012.

Pelepasan Objek Pengadaan Tanah dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang diberi pelimpahan kewenangan untuk itu. Pelepasan objek pengadaan tanah tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
ü  Objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan yang dipergunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan;
ü  Objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau
ü  Objek pengadaan tanah kas desa.
Ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Pelepasan objek pengadaan tanah dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Apabila pelepasan objek pengadaan tanah belum selesai dalam waktu tersebut, dinyatakan telah dilepaskan dan menjadi tanah negara dan dapat langsung digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.


Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah setelah:
a)      Pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan pelepasan hak dilaksanakan; dan/atau
b)      Pemberian ganti kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri.
Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum karena keadaan mendesak akibat bencana alam, perang, konflik sosial yang meluas, dan wabah penyakit dapat langsung dilaksanakan pembangunannya setelah dilakukan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.Sebelum penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum terlebih dahulu disampaikan pemberitahuan kepada pihak yang berhak. Dalam hal terdapat keberatan atau gugatan atas pelaksanaan pengadaan tanah, Instansi yang memerlukan tanah tetap dapat melaksanakan kegiatan pembangunan.Instansi yang memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan oleh Pemerintah. Pemantauan dan evaluasi hasil penyerahan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang telah diperoleh, dilakukan oleh Lembaga Pertanahan.


SUMBER DANA PENGADAAN TANAH

Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam hal Instansi yang memerlukan tanah Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang
mendapatkan penugasan khusus, pendanaan bersumber dari internal perusahaan atau sumber lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penugasan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Dana pengadaan tanah yang dimaksud meliputi dana:
a)      Perencanaan
b)      Persiapan
c)      Pelaksanaan
d)     Penyerahan hasil
e)      Administrasi dan pengelolaan; dan
f)       Sosialisasi.
Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan oleh Instansi dan dituangkan dalam dokumen penganggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, pihak yang berhak mempunyai hak:
a)      Mengetahui rencana penyelenggaraan pengadaan tanah; dan
b)      Memperoleh informasi mengenai pengadaan tanah.
Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, setiap orang wajib mematuhi ketentuan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, masyarakat dapat berperan serta, antara lain:
ü  Memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai pengadaan tanah; dan
ü  Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah.



TANGGAPAN MENGENAI PROSEDUR PENGADAAN TANAH MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Prosedur pengadaan tanah yang ada pada UU ini adalah hanya untuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal tersebut sudah disebutkan secara limitatif dalam UU ini. Diluar dari yang disebutkan oleh UU ini tidak dapat dilaksanakan menurut UU ini, namun dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan lainnya.

Prosedur untuk pengadaan tanah demi kepentingan umum ini sangatlah rumit dan sulit bagi instansi yang memerlukan tanah. Untuk Instansi ang memerlukan pengadaan tanah butuh waktu yang lama untuk bisa mencapai kesepakatan dengan banyak keberatan dari pihak yang berhak. Selain itu juga terlalu banyak izin dari lembaga – lembaga lain. Selain waktu yang lama, dana yang habis untuk mendapatkan pengadaan atas tanah menurut UU ini juga sangat besar. Prosedur yang ada di dalam UU ini sangat rentan akan terjadi perselisihan antara pihak yang berhak dengan instansi yang memerlukan, maupun dengan pemerintah. Prosedur yang rumit dan sulit ini yang dapat menghambat pembangunan nasional untuk semakin maju.

Terlalu banyak izin yang dilakukan dalam UU ini, sangat rentan terjadi gratifikasi atau hal – hal melanggar hukum lainnya. Jika sudah terjadi hal tersebut, maka yang akan dirugikan adalah pihak yang berhak. Namun, tidak juga harus dengan mudah bagi instansi melakukan pengadaan tanah, hal tersebut akan mengorbankan pihak yang berhak juga.

Sebagaimana yang akan dibangun adalah demi kepentingan umum, seharusnya dapat dilaksanakan dengan mudah dan cepat. Apabila dilaksanakan dengan mudah dan cepat maka akan langsung dapat dirasakan hasilnya. Namun, perlulah dilakukan ganti kerugian yang adil dan layak bagi para pihak yang berhak. Agar dapat dilakukan dengan mudah dan cepat serta adil bagi para pihak yang berhak, maka diperlukan pengawasan dari masyarakat agar tidak dihambat – hambat oleh pihak-pihak  yang memberikan izin untuk pengadaan tanah

 

Penggunaan CORS Untuk Pengukuran

Posted In: . By prasetyobpn.blogspot.com


Kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia salah satunya bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah yang dinyatakan dalam bentuk sertipikat. Dalam kegiatan pendaftaran tanah dilakukan pengukuran batas-batas bidang tanah dengan mengacu pada titik-titik dasar teknik yang dinyatakan dalam bentuk pilar orde 2, 3, dan 4 yang diselenggarakan oleh BPN-RI (Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia). Jumlah titik dasar yang seharusnya dibangun di Indonesia mencapai jutaan sedangkan pada kenyataannya jumlah dan sebaran titik dasar yang ada belum merata dan menjangkau seluruh wilayah. Keterbatasan jumlah titik dasar ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor biaya pengadaan titik dasar yang tidak murah dan selanjutnya mempengaruhi waktu yang diperlukan BPN untuk melakukan sertifikasi seluruh bidang tanah di Indonesia. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah titik dasar dan mendukung percepatan sertifikasi bidang tanah, diusulkan sistem GPS CORS (Global Positioning System Continuously Operating Reference Stations) yang berwujud sebagai titik kerangka referensi yang dipasangi receiver GPS dan beroperasi secara kontinyu selama dua puluh empat jam. Dalam penelitian ini dilakukan kajian dan analisis mengenai pemanfaatan sistem GPS CORS dalam rangka pengukuran bidang tanah secara ekonomis dan efisien. Dalam pemanfaatan sistem GPS CORS ini, BPN harus mempersiapkan hal-hal terkait seperti pengembangan sumber daya manusia dan struktur organisasi di dalam BPN agar sistem GPS CORS dapat dimanfaatkan dalam pengukuran bidang tanah.
CORS (Continuously Operating Reference Station) adalah suatu teknologi berbasis GNSS yang berwujud sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu menangkap sinyal dari satelit-satelit GNSS yang beroperasi secara penuh dan kontinyu selama 24 jam perhari, 7 hari per minggu dengan mengumpukan, merekam, mengirim data, dan memungkinkan para pengguna (users) memanfaatkan data dalam penentuan posisi, baik secara post processing maupun secara real time (sumber: Gudelines for New and Existing CORS). Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP) merupakan sebuah sistem jaringan stasiun referensi yang bekerja secara kontinu selama 24 jam nonstop.JRSP merupakan pengembangan teknologi Continuously Operating Reference Station (CORS) atau teknologi untuk menentukan posisi secara global menggunakan system satellite positioning.Global Navigation Satellite System (GNSS) dapat disebut sebagai sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. GNSS didesain untuk memberikan informasi waktu dan posisi secara kontinu di seluruh dunia.GNSS merupakan metode pengukuran ekstra-terestris,yaitu penentuan posisi yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap satelit atau benda angkasa lainnya. 
Keuntungan Jaringan CORS GNSS antara lain :
  1. Pengoperasian
    • Meningkatkan produktivitas (beroperasi secara terus menerus),
    • Mendapatkan data pengamatan yang lebih dari banyak stasiun referensi,
    • Meningkatkan produktvfitas (tidak membutuhkan stasiunsementara)
    • Waktu inisialisasi yang lebih cepat untuk rover
    • Memperluas jarak survei
  2. Kualitas Penentuan Posisi melalui pengukuran dengan GNSS akan meningkatkan presisi dan ketahanan.
  3. Komersial
    Biaya operasional yang lebih rendah dan banyak pengguna yang tertarik.
  4. Banyak aplikasi
    • RINEX untuk post processing/ penelitian ilmiah
    • RTK untuk Surveiing dan Engineering
    • DGPS untuk kelautan dan aplikasi SIG
    • Informasi waktu untuk tujuan IT
Pemusatan Konsep Kontrol
Mengelola jaringan antara lain pengijinan, pembatasan atau penolakan siapa yang menerima produk dari jaringan stasiun referensi mereka antaralain rinex untuk pengguna/lokasi khusus, koreksi RTK dan DGPS untuk pengguna data untuk beberapa aplikasi di luar membutuhkan posisi.

sumber : http://www.bpn.go.id/Publikasi/Inovasi/Layanan-Pengukuran-Menggunakan-CORS

 

PENGUNJUNG HARI INI

ARCHIVES

Blog Top Sites

KLIK DISINI

IN BOX KOMENTAR